BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Nasib Pendidikan Agama Islam pada masa koloni Belanda saat itu
memang mengalami kesulitan, hal ini karena kebijakan-kebijakan Belanda yang
membatasi Pendidikan agama dan menitik beratkan sekolah-sekolah dengan muatan
umum saja. Pada tahun 1905 Belanda memberikan aturan bahwa setiap guru agama
harus meminta izin dahulu, dan pada tahun 1925 muncul juga peraturan bahwa
tidak semua kiai boleh memberikan pelajaran. Peraturan itu besar sekali
pengaruhnya dalam menghambat perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia.[1]
Dengan adanya diskriminasi dalam segala lini kehidupan termasuk juga pendidikan
Islam, maka lahirlah banyak tokoh pemikir dan pejuang rakyat baik pribadi
maupun organisasi yang bangkin dan menolak kebijakan tersebut.
Setelah Belanda hengkang dari Indonesia, Indonesia kembali di jajah
oleh Jepang yang keberadaanya membuat perubahan dalam masalah Pendidikan Agama
Islam. Jepang mengadakan perubahan di bidang pendidikan, diantaranya
menghapuskan dualisme pengajaran yang dibuat belanda antara pengajaran Barat
dan Pengajaran Bumi Putra. Dengan penghapusan tersebut bertujuan mengambil hati
rakyat Indonesia dan pemerintah Jepang berdalih bahwa pendidikan itu tidak ada
perbendaan antara satu golongan dengan golongan yang lainnya.[2]
Lain halnya belanda, Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam
ternyata lebih lunak,, sehingga ruang gerak Pendidikan Islam lebih berkembang
dan bebas dikarenakan Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang
penting bagi Jepang adalah demi keperluan memenangkan perang, dan kalau perlu
pera pemuka agama lebih diberikan keleluasaan dalam mengembangkan pendidikan.[3]
Namun pada perang dunia II kedudukan Jepang terjepit, akhirnya jepang mulai
menekan dan menjalankan kekerasan terhadap rakyat Indonesia. Hasil kekayaan
bumi Indonesia dikuras untuk pembiayaan perang Asia Timur Raya. Jepang lalu
memberlakukan kerja paksa (Romusha) kepada rakyat indonesia.
Hal ini juga berakibat kepada Pendidikan islam di indonesia yang
mengalami kemerosotan dan kemunduran karena ketatnya pengeruh indoktrinasi
serta disiplin mati akibat pendidikan militerisme fascisme Jepang. Namun
demikian masih ada beberapa ibrah dibalik kekejaman Jepang tersebut.
bahasa Nasional Indonesia menjadi hidup dan berkembang secara luas di Indonesia,
baik dalam pergaulan, bahasa pengantar maupun sebagai bahasa ilmiah, dengan
begitu aktivitas-aktivitas penerjemahan buku ilmiah kedalam bahasa Indonesia
sangat pesat sehingga lahirlah guru-guru kreatif dan berkembang dalam mendidik
generasi bangsa Indonesia.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana
Pendidikan Islam di Indonesia pasca kemerdekaan?
B.
Apa
yang bisa di bawa dan dijadikan rekonstruksi untuk pendidikan Islam dimasa
sekarang?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Singkat Pendidikan Islam Pasca Kemerdekaan I 1945-1965
(Orla)
Pada tanggal 1 Juni 1945, dihadapan sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan, Soekarno yang kemudian menjadi Presiden Pertama Republik
Indonesia, mengatakan bahwa betapa pentingnya setiap bangsa Indonesia bertuhan,
dan mengajak setiap bangsa Indonesia mengamalkan agamanya masing-masing.
Sesudah kemerdekaan Indonesia diplokamirkan, maka pada tanggal 18 Agustus 1945,
ditetapkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dari Pancasila.[4]
Sila pertama itu adalah merupakan perwujudan dari sikap hidup yang
religius, maka setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan agama
mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik dari sekolah Negri maupun
suasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga
tersebut sebagaimana yang dilanjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat
(BPKNP) tanggal 27 Desember 1945 yang menyebutkan bahwa:
Madrasah dan
Pesantren yang pada hakikatnya adalah suatu alat dan sumber pendidikan dan
pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia
umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan
dan bantuan materil dari pemerintah.[5]
1.
Keberadaan Pendidikan Islam
Meskipun Indonesia baru memplokamirkan kemerdekaanya dan tengah menghadapi
revolusi fisik, pemerintah Indonesia sudah berbenah diri terutama mamperhatikan
masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dalam menentukan, untuk itu
dibentuklah Kementrian Pendidikan Pengajaran Pendidikan (PP dan K). Dengan
terbentuknya Kementrian Pendidikan tersebut maka diadakanlah berbadai usaha,
terutama mengubah sistem pendidikan dan menyesuaikannya dengan keadaan yang
baru.[6]
Mentri Pendidikan Pengajaran Pendidikan (PP dan K) pertama Ki Hajar
Dewantara mengeluarkan intruksi Umum yang isinya memerintahkan kepada semua
Kepala-kepala sekolah dan guru-guru untuk:
1.
Mengibarkan
Sang Merah Putih tiap-tiap hari di halaman sekolah
2.
Melagukan
lagu Kebangsaan Indonesia Raya
3.
Menghentikan
pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian Kimigayo lagu kebangsaan
Jepang.
4.
Menghapuskan
pelajaran Bahasa Jepang, serta segala upacara yang berasal dari pemerintah
Balatentara Jepang.
5.
Memberi
semangat kebangsaan kepada seluruh murid-murid.[7]
Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak
proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang,
maka kebijakan pendidikan di Indonesia termasuk didalamnya pendidikan Islam
memang mengalami pasang surut serta kurung waktu tertentu, yang ditandai dengan
peristiwa-peristiwa penting dan tonggak sejarah sebagai pengingat.
Pada tahun 1950 ketika kedaulatan
indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia makin disempurnakan dengan
dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh Prof. Mahmud Yunus dari
departemen agama dan Mr. Hadi dari departemen P & K. Hasil dari panitia itu
adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951, isinya ialah :
- Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV sekolah
rakyat.
- Di daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya
di Sumatra, Kalimantan dan lainnya), maka pendidikan agama diberikan mulai
kelas I SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh
berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya
diberikan mulai kelas IV.
- Di sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat
atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam
seminggu.
- Pendidikan agama diberikan kepada siswa minimal
10 orang dalam 1 kelas dan mendapat izin dari orang tua atau wali.
- Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama
dan materi pendidikan agama ditanggung oleh departemen agama.[8]
B.
Sejarah Singkat Pendidikan Islam Pasca Kemerdekaan II 1965-Sekarang
(Orba)
1.
Kebijaksanaan-Kebijaksanaan Pendidikan Secara Umum
Pada ketetapan MPRS Nomer XXVII/MPRD/1966, Bab II Pasal 3
disebutkan tentang tujuan Pendidikan Nasional Indonesia yang dimaksudkan untuk
membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang
dikehendaki oleh pembukuan UUD 1945. Pembentukan manusia Pancasila sejati
adalah suatu yang sangat diperlukan untuk mengubah mental masyarakat yang sudah
banyak mendapat indoktrinasi Manipol Usedek pada zaman Orde Lama, pemurnian
semangat Pancasila sebagai jaminan untuk teganya Orde Baru.[9]
2.
Keberadaan Pendidikan Agama Islam
Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa
Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik, hal ini
didukung dengan adanya keputusan sidang MPRS yang dalam keputusannya dalam
bidang pendidikan agama mengatakan, Pendidikan Agama menjadi hak yang wajib
mulai dari sekolah dasar sampai pergutruan tinggi. Dengan adanya keputusan
tersebut keberadaan Pendidikan Agama semakin mendapatkan tempat dan akses yang
luas untuk di jangkau setiap masyarakat.
C.
Tujuan Pendidikan Islam Pada Masa Kemerdekaan
1.
Tujuan yang bersifat individu, mencakup perubahan, yaitu perubahan
pengetahuan.
2.
Tujuan yang mencakup masyarakat, yaitu perubahan kehidupan masyarakat
serta memperkaya pengalaman masyarakat.
3.
Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran
sebagai ilmu, seni profesi dan kesertaan masyarakat.
Dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan islam pada masa merdeka diarahkan sebagai upaya
integrasi pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional.
D. Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia
Banyak
sekali lebaga-lembaga yang menjadi sarana penunjang keberlangsungan Pendidikan
Islam seperti:
1.
Mesjid dan Surau
2.
Pondok Pesantren
3.
Madrasah
4.
Perguruan Tinggi Agama Islam
5.
Majelis Ta’lim
Yang akan pemakalah bahas lebih dalam disini adalah
mengenai seluk beluk Pesantren daari mulai pengertian, sistem pengajaran dan
apa yang harus di rekonstruksikan.
1.
Sejarah Pesantren
Pesantren yang merupakan “Bapak” dari pendidikan Islam di
Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman yang lahir atas
kesadaran akan kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan
ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i.[10]
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “tempat
belajar para santri”. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal
sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata pondok berasal dari
bahasa arab “Funduq” yang berarti hotel atau asrama.[11]
2.
Pola Pengajaran Konvensional Dalam Pendidikan Pesantren
Freire (1999), memberikan istilah terhadap pengajaran konvensional
sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber “gaya bank” penyelenggaraan
pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang
harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal. Secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah Siswa sebagai
penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru
dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang
dimiliki sesuai dengan standar dan guru merupakan penentu jalanya proses
pembelajaran sehingga interaksi guru dan siswa sangat kurang.[12]
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai
pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih
banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih pada penguasaan
konsep-konsep bukan kompetensi.
a.
Metode Sorogan
Dalam ranah Pendidikan Pesantren ada salah satu metode kelasik yang
disebut sorogan. Metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuh
dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual dan
penyampaiannya dilakukan secara bergilir pada santri yang jumlahnya sedikit.[13]
Di pesantren metode ini diperuntukan pada santri tingkat rendah
yaitu mereka yang baru menguasai baca Al-Qur’an. Melalui sorogan,
perkembangan intelektual santri dapat ditangkap langsung oleh Kiai.
Sebaliknya penerapan metode ini menuntut kesabaran dan keuletan pengajar karena
membutuhkan waktu yang lama, yang dinilai pemborosan dan tidak efektif.[14]
b.
Metode Wetonan Atau Bandongan
Adalah metode yang utama di lingkungan pesantren. Zamakhsyari
menerangkan bahwa metode wetonan atau bandongan ialah suatu pola
pengajaran dengan cara guru membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan mengulas
buku-buku Islam atau kitab kuning dalam bahasa arab dan santri mendengarkannya.
Mereka memperhatikan bukunya sendiri tanpa ada interaksi yang intens antara santri
dan guru.[15]
Penerapan metode tersebut mengakibatkan santri bersikaf pasif,
sebab kreatifitas dalam proses belajar mengajar didomonasi ustadz, sementara
santri hanya mendengarkan dan memperhatikan keterangnnya. Dengan kata lain
santri tidak terlatih mengekspresikan daya kritisnya guna mencermati kebenaran
suatu pendapat.
Berdasarkan dari cara oengajaran dan proses penyampaian informasi
metode sorogan dan wetonan atau bandongan memiliki ciri
pemahaman yang sangat kuat pada pemahaman tekstual dan literal.[16]
Sedangkan jika merujuk kepada ciri-ciri umum dalam pola pembelajaran
konvensional adalah siswa sebagai penerima
informasi secara pasif dan sulit untuk berkembang.
3.
Metode Pengajaran Inovatif Sebagai Rekonstruksi Pengajaran
Oesantren
a.
Pengertian Pengajaran Inovatif
Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas oleh
pebelajar atas dorongan gagasan barunya yang merupakan produk dari learning
how to learn untuk melakukan langkah-langkah belajar, sehingga
memperoleh kemajuan hasil belajar.[17]
b.
Ciri-Ciri Pengajaran Inovatif
o
peran
guru lebih sebagai fasilitator
o
Belajar
diarahkan oleh siswa sendiri
o
Berbasis
masalah,proyek, dunia nyata, tindakan nyata, dan refleksi
o
Kreasi
investigasi dan kolaborasi
1)
Metode Inovatif Karyawisata
Dibandingkan dengan metode sorogan dan bandongan,
metode karyawisata segbagai metode yang tampaknya menjadi awal solusi yang bai
bagi wawasan santri, meskipun dikebanyakan pesantren metode ini terasa asing,
namun sebagian pesantren sudah ada yang menjalankan metode ini, seperti santri
diajak ziaroh ke makan Walisongo dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang
sarat akan nilai ke-islaman. Saefudin Zuhri mengabarkan bahwa di beberapa
pesantren, para santri tidak hanya menyibukan diri dalam mengaji dan belajar
melainkan ada juga saat-saat berkreasi.[18]
Seperti halnya pada Pondok Pesantren Darussalam Gontor, bahwa yang
penulis ketahui dari salah seorang teman alumni Ponpes Darussalam Gontor.
Disana santri mendapat pasilitas untuk mengembangkan potensi dan minatnya
masing-masing. Seperti dibidang kaligrafi, musik, olahraga, berwirausaha, dan
lain-lain. Hal ini bertujuan agar santri mampu menjadi lulusan yang multi
talenta dan menjadi kader yang produktif, tidak saja mengerti dan memahami
pendidikan Agama Islam, melainkan mereka mampu menciptakan seni untuk
menyampaikannya sehingga dakwah atau pembelajaran bia menyenangkan.
2)
Metode Inovatif Diskusi
Metode diskusi merupakan metode yang menjadi andalan proses
belajar-mengajar diperguruan tinggi. Metode ini juga diterapkan dipesantren.
Metode diskusi membuka kesempatan terbukanya pikiran dengan berlandasan
argumentasi ilmiah. Oleh karena itu, sangat logis bila penerapan metode diskusi
diterapkan dalam pengejaran di pesantren. Metode ini telah dipakai di beberapa
pesantren seperti Tebuireng, Pabelan, atau Gontor.
Akhir-akhir ini bahkan ada juga pesantren yang menerapkan metode
seminar. Metode seminar dilaksanakan dengan mengundang nara sumber dari dalam
maupun dari luar. Pesantren Al-Hikam Malang, pipinan Kiyai Hasyim Muzadi maupun
pesantren Nurul jadid pimpinan Kiai A. Wahid Zaeni cukup sering mengadakan
seminar dengan nara sumber dari luar, sehingga mengubah kesan metodik
pesantren.[19]
Dari kedua pola pengajaran diatas, sangat jelas sekali bahwa pola
pengajaran inovatif lebih ditekankan untuk kita sebagai calon Guru baik
dipesantren ataupun di sekolah. Pola pembelajaran inovatif buakan menghilangkan
pola-pola pengajaran kelasik atau konvensional, melainkan merupakan sebuah
inovasi pembelajaran dengan menggunakan cara-cara yang lebih menyenangkan sehingga
proses pembelajaran dapat tersampaikan dengan waktu yang efisien dan lebih jauh
siswa mampu mengaktualisasikan esensi dari pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan sebagaimana tujuan terbentuknya pondok
pesantren di Indonesia yang antara lain adalah:
a)
Tujuan
Umum
Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian
Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligh Islam dalam
masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.
b)
Mempersiapkan
para santri untuk menjadi orang alaim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai
yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.[20]
Adanya rekonstruksi metode pengajaran dari konvensional menuju
inovatif merupakan suatu usaha dalam mengenalkan santri kepada kemajuan dunia.
Tidak hanya berkutat pada tek-teks normatif dan eksclusif melainkan agar santri
lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan kekinian yang bersifat aktual
yang sebetulnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa
Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik, hal ini
didukung dengan adanya keputusan sidang MPRS yang dalam keputusannya dalam
bidang pendidikan agama mengatakan, Pendidikan Agama menjadi hak yang wajib
mulai dari sekolah dasar sampai pergutruan tinggi. Dengan adanya keputusan
tersebut keberadaan Pendidikan Agama semakin mendapatkan tempat dan akses yang
luas untuk di jangkau setiap masyarakat.
Pesantren yang merupakan “Bapak” dari pendidikan Islam di
Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman yang lahir atas
kesadaran akan kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan
ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i.
Dalam ranah Pendidikan Pesantren ada salah satu metode kelasik yang
disebut sorogan. Metode sorogan merupakan suatu metode yang
ditempuh dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara
individual dan penyampaiannya dilakukan secara bergilir pada santri yang
jumlahnya sedikit yang menuntut kesabaran dan keuletan pengajar karena
membutuhkan waktu yang lama, yang dinilai pemborosan dan tidak efektif
Dilihat dari ketidak efektifan metode pengajaran klasikal maka
perlu adanya sebuah rekonstruksi yang memungkinkan untuk menciptakan pengajaran
dan hasil yang baik. Metode klasikal tersebut sedah banyak ditinggalkan oleh
sebagian pondok pesantren. Seperti halnya ponpes Tebu Ireng dan Darussalam yang
menggunakan metode diskusi dalam pembelajarannya. Akhir-akhir ini bahkan ada
juga pesantren yang menerapkan metode seminar. Metode seminar dilaksanakan
dengan mengundang nara sumber dari dalam maupun dari luar. Pesantren Al-Hikam
Malang, pipinan Kiyai Hasyim Muzadi maupun pesantren Nurul jadid pimpinan Kiai
A. Wahid Zaeni cukup sering mengadakan seminar dengan nara sumber dari luar,
sehingga mengubah kesan metodik pesantren
Adanya rekonstruksi metode pengajaran dari konvensional menuju
inovatif merupakan suatu usaha dalam mengenalkan santri kepada kemajuan dunia.
Tidak hanya berkutat pada tek-teks normatif dan eksclusif melainkan agar santri
lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan kekinian yang bersifat aktual
yang sebetulnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Daulai
Haidar Putra, 2009, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia,Jakarta: Kencana
Departemen
Agama Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2005, Rekonstruksi Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI
Hasbullah,
2001, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Muhammad Husen,1999, Kontektualisasi Kitab
Kuning: Tradisi pengajian dan Metode Pengajaran, Bandung: Pustaka Hidayah
Qomar Mujamil,tt, Pesantren Dari
Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi, Jogjakarta: PT Gelora
Aksara Pratama
Zamakhsyari Dhofier, 1984, Tradisi
Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES), hlm. 18
http://muhammadkholik.wordpress.com/2011/11/08/evaluasi-pembelajaran/ diakses 12-04-2012
http://garduguru.blogspot.com/2009/01/pembelajaran-inovatif-apa-artinya.html diakses 12-04-2012
[1] Departemen
Agama Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2005, Rekonstruksi Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI), hlm. 51
[2] Djumhur, 1979,
Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV. Ilmu ), hlm. 195
[3] Hasbullah,
1996, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers),
hlm. 64
[4] Haidar Putra
Daulai, 2009, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia,(Jakarta: Kencana), hlm. 85
[5] H.A. Timur
Djaelani, 1980, Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pembangunan Perguruan Agama,
(Jakarta: Dermaga), hlm. 17
[6] Hasbullah,
2001, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada), hlm. 74
[7] I. Djumhur,
1979, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV Ilmu), hlm. 195
[8] Samsul Nizar,
2007, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Era Rasulullah
Sampai Indonesia,(Jakarta: Kencana). 349
[9] Ibid.,
hlm. 81
[10]
Hasbullah,2001, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia; Lintasan Sejarah Pertumbuhan
dan Perkembangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm.18
[11] Zamakhsyari Dhofier, 1984, Tradisi
Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES), hlm. 18
[13] Ibid,.hlm. 28
[14] Mujamil Qomar,tt, Pesantren Dari Transformasi
Metodologi Menuju Demokrasi Institusi, (Jogjakarta: PT Gelora Aksara
Pratama), hlm.1142-143
[15] Zamakhsyari Dhofier, 1984, Tradisi Pesantren Studi
Tentang Pandangan Hidup Kiai,...hlm. 28
[16] Husen Muhammad,1999, Kontektualisasi Kitab Kuning:
Tradisi pengajian dan Metode Pengajaran, (Bandung: Pustaka Hidayah),
hlm.281
[17] http://garduguru.blogspot.com/2009/01/pembelajaran-inovatif-apa-artinya.html diakses 12-04-2012
[18] Saefudin
Zuhri, t.t, Guruku Orang-Orang Dari Pesantren, (Bandung: PT Al-Ma’arif),
hlm. 50
[19] [19] Mujamil Qomar,tt, Pesantren Dari
Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi...hlm. 153
[20] Arifin HM,
1991, Kapita Selecta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara),
hlm. 248
Tidak ada komentar:
Posting Komentar