Senin, 14 Mei 2012

Pendidikan Islam Pasca Kemerdekaan Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
I.                   LATAR BELAKANG
Nasib Pendidikan Agama Islam pada masa koloni Belanda saat itu memang mengalami kesulitan, hal ini karena kebijakan-kebijakan Belanda yang membatasi Pendidikan agama dan menitik beratkan sekolah-sekolah dengan muatan umum saja. Pada tahun 1905 Belanda memberikan aturan bahwa setiap guru agama harus meminta izin dahulu, dan pada tahun 1925 muncul juga peraturan bahwa tidak semua kiai boleh memberikan pelajaran. Peraturan itu besar sekali pengaruhnya dalam menghambat perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia.[1] Dengan adanya diskriminasi dalam segala lini kehidupan termasuk juga pendidikan Islam, maka lahirlah banyak tokoh pemikir dan pejuang rakyat baik pribadi maupun organisasi yang bangkin dan menolak kebijakan tersebut.
Setelah Belanda hengkang dari Indonesia, Indonesia kembali di jajah oleh Jepang yang keberadaanya membuat perubahan dalam masalah Pendidikan Agama Islam. Jepang mengadakan perubahan di bidang pendidikan, diantaranya menghapuskan dualisme pengajaran yang dibuat belanda antara pengajaran Barat dan Pengajaran Bumi Putra. Dengan penghapusan tersebut bertujuan mengambil hati rakyat Indonesia dan pemerintah Jepang berdalih bahwa pendidikan itu tidak ada perbendaan antara satu golongan dengan golongan yang lainnya.[2]
Lain halnya belanda, Sikap Jepang terhadap Pendidikan Islam ternyata lebih lunak,, sehingga ruang gerak Pendidikan Islam lebih berkembang dan bebas dikarenakan Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang penting bagi Jepang adalah demi keperluan memenangkan perang, dan kalau perlu pera pemuka agama lebih diberikan keleluasaan dalam mengembangkan pendidikan.[3] Namun pada perang dunia II kedudukan Jepang terjepit, akhirnya jepang mulai menekan dan menjalankan kekerasan terhadap rakyat Indonesia. Hasil kekayaan bumi Indonesia dikuras untuk pembiayaan perang Asia Timur Raya. Jepang lalu memberlakukan kerja paksa (Romusha) kepada rakyat indonesia.
Hal ini juga berakibat kepada Pendidikan islam di indonesia yang mengalami kemerosotan dan kemunduran karena ketatnya pengeruh indoktrinasi serta disiplin mati akibat pendidikan militerisme fascisme Jepang. Namun demikian masih ada beberapa ibrah dibalik kekejaman Jepang tersebut. bahasa Nasional Indonesia menjadi hidup dan berkembang secara luas di Indonesia, baik dalam pergaulan, bahasa pengantar maupun sebagai bahasa ilmiah, dengan begitu aktivitas-aktivitas penerjemahan buku ilmiah kedalam bahasa Indonesia sangat pesat sehingga lahirlah guru-guru kreatif dan berkembang dalam mendidik generasi bangsa Indonesia.
II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Pendidikan Islam di Indonesia pasca kemerdekaan?
B.     Apa yang bisa di bawa dan dijadikan rekonstruksi untuk pendidikan Islam dimasa sekarang?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Singkat Pendidikan Islam Pasca Kemerdekaan I 1945-1965 (Orla)
Pada tanggal 1 Juni 1945, dihadapan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, Soekarno yang kemudian menjadi Presiden Pertama Republik Indonesia, mengatakan bahwa betapa pentingnya setiap bangsa Indonesia bertuhan, dan mengajak setiap bangsa Indonesia mengamalkan agamanya masing-masing. Sesudah kemerdekaan Indonesia diplokamirkan, maka pada tanggal 18 Agustus 1945, ditetapkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama dari Pancasila.[4]
Sila pertama itu adalah merupakan perwujudan dari sikap hidup yang religius, maka setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik dari sekolah Negri maupun suasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dilanjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945 yang menyebutkan bahwa:
Madrasah dan Pesantren yang pada hakikatnya adalah suatu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan materil dari pemerintah.[5]
1.      Keberadaan Pendidikan Islam
Meskipun Indonesia baru memplokamirkan kemerdekaanya dan tengah menghadapi revolusi fisik, pemerintah Indonesia sudah berbenah diri terutama mamperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital dalam menentukan, untuk itu dibentuklah Kementrian Pendidikan Pengajaran Pendidikan (PP dan K). Dengan terbentuknya Kementrian Pendidikan tersebut maka diadakanlah berbadai usaha, terutama mengubah sistem pendidikan dan menyesuaikannya dengan keadaan yang baru.[6]
Mentri Pendidikan Pengajaran Pendidikan (PP dan K) pertama Ki Hajar Dewantara mengeluarkan intruksi Umum yang isinya memerintahkan kepada semua Kepala-kepala sekolah dan guru-guru untuk:
1.      Mengibarkan Sang Merah Putih tiap-tiap hari di halaman sekolah
2.      Melagukan lagu Kebangsaan Indonesia Raya
3.      Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian Kimigayo lagu kebangsaan Jepang.
4.      Menghapuskan pelajaran Bahasa Jepang, serta segala upacara yang berasal dari pemerintah Balatentara Jepang.
5.      Memberi semangat kebangsaan kepada seluruh murid-murid.[7]
Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang, maka kebijakan pendidikan di Indonesia termasuk didalamnya pendidikan Islam memang mengalami pasang surut serta kurung waktu tertentu, yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa penting dan tonggak sejarah sebagai pengingat.
Pada tahun 1950 ketika kedaulatan indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh Prof. Mahmud Yunus dari departemen agama dan Mr. Hadi dari departemen P & K. Hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951, isinya ialah :
  1. Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV sekolah rakyat.
  2. Di daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya di Sumatra, Kalimantan dan lainnya), maka pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
  3. Di sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
  4. Pendidikan agama diberikan kepada siswa minimal 10 orang dalam 1 kelas dan mendapat izin dari orang tua atau wali.
  5. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi pendidikan agama ditanggung oleh departemen agama.[8]
B.     Sejarah Singkat Pendidikan Islam Pasca Kemerdekaan II 1965-Sekarang (Orba)
1.      Kebijaksanaan-Kebijaksanaan Pendidikan Secara Umum
Pada ketetapan MPRS Nomer XXVII/MPRD/1966, Bab II Pasal 3 disebutkan tentang tujuan Pendidikan Nasional Indonesia yang dimaksudkan untuk membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukuan UUD 1945. Pembentukan manusia Pancasila sejati adalah suatu yang sangat diperlukan untuk mengubah mental masyarakat yang sudah banyak mendapat indoktrinasi Manipol Usedek pada zaman Orde Lama, pemurnian semangat Pancasila sebagai jaminan untuk teganya Orde Baru.[9]
2.      Keberadaan Pendidikan Agama Islam
Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik, hal ini didukung dengan adanya keputusan sidang MPRS yang dalam keputusannya dalam bidang pendidikan agama mengatakan, Pendidikan Agama menjadi hak yang wajib mulai dari sekolah dasar sampai pergutruan tinggi. Dengan adanya keputusan tersebut keberadaan Pendidikan Agama semakin mendapatkan tempat dan akses yang luas untuk di jangkau setiap masyarakat.
C.    Tujuan Pendidikan Islam Pada Masa Kemerdekaan
1.      Tujuan yang bersifat individu, mencakup perubahan, yaitu perubahan pengetahuan.
2.      Tujuan yang mencakup masyarakat, yaitu perubahan kehidupan masyarakat serta memperkaya pengalaman masyarakat.
3.      Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni profesi dan kesertaan masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan islam pada masa merdeka diarahkan sebagai upaya integrasi pendidikan islam dalam sistem pendidikan nasional.
D.    Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia
Banyak sekali lebaga-lembaga yang menjadi sarana penunjang keberlangsungan Pendidikan Islam seperti:
1.      Mesjid dan Surau
2.      Pondok Pesantren
3.      Madrasah
4.      Perguruan Tinggi Agama Islam
5.      Majelis Ta’lim
Yang akan pemakalah bahas lebih dalam disini adalah mengenai seluk beluk Pesantren daari mulai pengertian, sistem pengajaran dan apa yang harus di rekonstruksikan.

1.      Sejarah Pesantren
Pesantren yang merupakan “Bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman yang lahir atas kesadaran akan kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i.[10]
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar para santri”. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata pondok berasal dari bahasa arab “Funduq” yang berarti hotel atau asrama.[11]
2.      Pola Pengajaran Konvensional Dalam Pendidikan Pesantren
Freire (1999), memberikan istilah terhadap pengajaran konvensional sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber “gaya bank” penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal. Secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah Siswa sebagai penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar dan guru merupakan penentu jalanya proses pembelajaran sehingga interaksi guru dan siswa sangat kurang.[12]
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.

a.      Metode Sorogan
Dalam ranah Pendidikan Pesantren ada salah satu metode kelasik yang disebut sorogan. Metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuh dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual dan penyampaiannya dilakukan secara bergilir pada santri yang jumlahnya sedikit.[13]
Di pesantren metode ini diperuntukan pada santri tingkat rendah yaitu mereka yang baru menguasai baca Al-Qur’an. Melalui sorogan, perkembangan intelektual santri dapat ditangkap langsung oleh Kiai. Sebaliknya penerapan metode ini menuntut kesabaran dan keuletan pengajar karena membutuhkan waktu yang lama, yang dinilai pemborosan dan tidak efektif.[14]
b.      Metode Wetonan Atau Bandongan
Adalah metode yang utama di lingkungan pesantren. Zamakhsyari menerangkan bahwa metode wetonan atau bandongan ialah suatu pola pengajaran dengan cara guru membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan mengulas buku-buku Islam atau kitab kuning dalam bahasa arab dan santri mendengarkannya. Mereka memperhatikan bukunya sendiri tanpa ada interaksi yang intens antara santri dan guru.[15]
Penerapan metode tersebut mengakibatkan santri bersikaf pasif, sebab kreatifitas dalam proses belajar mengajar didomonasi ustadz, sementara santri hanya mendengarkan dan memperhatikan keterangnnya. Dengan kata lain santri tidak terlatih mengekspresikan daya kritisnya guna mencermati kebenaran suatu pendapat.
Berdasarkan dari cara oengajaran dan proses penyampaian informasi metode sorogan dan wetonan atau bandongan memiliki ciri pemahaman yang sangat kuat pada pemahaman tekstual dan literal.[16] Sedangkan jika merujuk kepada ciri-ciri umum dalam pola pembelajaran konvensional adalah siswa sebagai penerima informasi secara pasif dan sulit untuk berkembang.
3.      Metode Pengajaran Inovatif Sebagai Rekonstruksi Pengajaran Oesantren
a.      Pengertian Pengajaran Inovatif
Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas oleh pebelajar atas dorongan gagasan barunya yang merupakan produk dari learning how to learn untuk melakukan langkah-langkah belajar, sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar.[17]
b.      Ciri-Ciri Pengajaran Inovatif
o   peran guru lebih sebagai fasilitator
o   Belajar diarahkan oleh siswa sendiri
o   Berbasis masalah,proyek, dunia nyata, tindakan nyata, dan refleksi
o   Kreasi investigasi dan kolaborasi

1)      Metode Inovatif Karyawisata
Dibandingkan dengan metode sorogan dan bandongan, metode karyawisata segbagai metode yang tampaknya menjadi awal solusi yang bai bagi wawasan santri, meskipun dikebanyakan pesantren metode ini terasa asing, namun sebagian pesantren sudah ada yang menjalankan metode ini, seperti santri diajak ziaroh ke makan Walisongo dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang sarat akan nilai ke-islaman. Saefudin Zuhri mengabarkan bahwa di beberapa pesantren, para santri tidak hanya menyibukan diri dalam mengaji dan belajar melainkan ada juga saat-saat berkreasi.[18]
Seperti halnya pada Pondok Pesantren Darussalam Gontor, bahwa yang penulis ketahui dari salah seorang teman alumni Ponpes Darussalam Gontor. Disana santri mendapat pasilitas untuk mengembangkan potensi dan minatnya masing-masing. Seperti dibidang kaligrafi, musik, olahraga, berwirausaha, dan lain-lain. Hal ini bertujuan agar santri mampu menjadi lulusan yang multi talenta dan menjadi kader yang produktif, tidak saja mengerti dan memahami pendidikan Agama Islam, melainkan mereka mampu menciptakan seni untuk menyampaikannya sehingga dakwah atau pembelajaran bia menyenangkan.
2)      Metode Inovatif Diskusi
Metode diskusi merupakan metode yang menjadi andalan proses belajar-mengajar diperguruan tinggi. Metode ini juga diterapkan dipesantren. Metode diskusi membuka kesempatan terbukanya pikiran dengan berlandasan argumentasi ilmiah. Oleh karena itu, sangat logis bila penerapan metode diskusi diterapkan dalam pengejaran di pesantren. Metode ini telah dipakai di beberapa pesantren seperti Tebuireng, Pabelan, atau Gontor.
Akhir-akhir ini bahkan ada juga pesantren yang menerapkan metode seminar. Metode seminar dilaksanakan dengan mengundang nara sumber dari dalam maupun dari luar. Pesantren Al-Hikam Malang, pipinan Kiyai Hasyim Muzadi maupun pesantren Nurul jadid pimpinan Kiai A. Wahid Zaeni cukup sering mengadakan seminar dengan nara sumber dari luar, sehingga mengubah kesan metodik pesantren.[19]
Dari kedua pola pengajaran diatas, sangat jelas sekali bahwa pola pengajaran inovatif lebih ditekankan untuk kita sebagai calon Guru baik dipesantren ataupun di sekolah. Pola pembelajaran inovatif buakan menghilangkan pola-pola pengajaran kelasik atau konvensional, melainkan merupakan sebuah inovasi pembelajaran dengan menggunakan cara-cara yang lebih menyenangkan sehingga proses pembelajaran dapat tersampaikan dengan waktu yang efisien dan lebih jauh siswa mampu mengaktualisasikan esensi dari pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan sebagaimana tujuan terbentuknya pondok pesantren di Indonesia yang antara lain adalah:
a)      Tujuan Umum
Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.
b)      Mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alaim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.[20]
Adanya rekonstruksi metode pengajaran dari konvensional menuju inovatif merupakan suatu usaha dalam mengenalkan santri kepada kemajuan dunia. Tidak hanya berkutat pada tek-teks normatif dan eksclusif melainkan agar santri lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan kekinian yang bersifat aktual yang sebetulnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN
Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia baik itu menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik, hal ini didukung dengan adanya keputusan sidang MPRS yang dalam keputusannya dalam bidang pendidikan agama mengatakan, Pendidikan Agama menjadi hak yang wajib mulai dari sekolah dasar sampai pergutruan tinggi. Dengan adanya keputusan tersebut keberadaan Pendidikan Agama semakin mendapatkan tempat dan akses yang luas untuk di jangkau setiap masyarakat.
Pesantren yang merupakan “Bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman yang lahir atas kesadaran akan kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da’i.
Dalam ranah Pendidikan Pesantren ada salah satu metode kelasik yang disebut sorogan. Metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuh dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual dan penyampaiannya dilakukan secara bergilir pada santri yang jumlahnya sedikit yang menuntut kesabaran dan keuletan pengajar karena membutuhkan waktu yang lama, yang dinilai pemborosan dan tidak efektif
Dilihat dari ketidak efektifan metode pengajaran klasikal maka perlu adanya sebuah rekonstruksi yang memungkinkan untuk menciptakan pengajaran dan hasil yang baik. Metode klasikal tersebut sedah banyak ditinggalkan oleh sebagian pondok pesantren. Seperti halnya ponpes Tebu Ireng dan Darussalam yang menggunakan metode diskusi dalam pembelajarannya. Akhir-akhir ini bahkan ada juga pesantren yang menerapkan metode seminar. Metode seminar dilaksanakan dengan mengundang nara sumber dari dalam maupun dari luar. Pesantren Al-Hikam Malang, pipinan Kiyai Hasyim Muzadi maupun pesantren Nurul jadid pimpinan Kiai A. Wahid Zaeni cukup sering mengadakan seminar dengan nara sumber dari luar, sehingga mengubah kesan metodik pesantren
Adanya rekonstruksi metode pengajaran dari konvensional menuju inovatif merupakan suatu usaha dalam mengenalkan santri kepada kemajuan dunia. Tidak hanya berkutat pada tek-teks normatif dan eksclusif melainkan agar santri lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan kekinian yang bersifat aktual yang sebetulnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat.





DAFTAR PUSTAKA
Daulai Haidar Putra, 2009, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,Jakarta: Kencana
Departemen Agama Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2005, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI
Hasbullah, 2001, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Muhammad Husen,1999, Kontektualisasi Kitab Kuning: Tradisi pengajian dan Metode Pengajaran, Bandung: Pustaka Hidayah
Qomar Mujamil,tt, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi, Jogjakarta: PT Gelora Aksara Pratama
Zamakhsyari Dhofier, 1984, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES), hlm. 18



[1] Departemen Agama Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2005, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI), hlm. 51
[2] Djumhur, 1979, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV. Ilmu ), hlm. 195
[3] Hasbullah, 1996, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers), hlm. 64
[4] Haidar Putra Daulai, 2009, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta: Kencana), hlm. 85
[5] H.A. Timur Djaelani, 1980, Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pembangunan Perguruan Agama, (Jakarta: Dermaga), hlm. 17
[6] Hasbullah, 2001, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hlm. 74
[7] I. Djumhur, 1979, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV Ilmu), hlm. 195
[8] Samsul Nizar, 2007, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Era Rasulullah Sampai Indonesia,(Jakarta: Kencana). 349
[9] Ibid., hlm. 81
[10] Hasbullah,2001, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia; Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm.18
[11] Zamakhsyari Dhofier, 1984, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES), hlm. 18
[13] Ibid,.hlm. 28
[14] Mujamil Qomar,tt, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi, (Jogjakarta: PT Gelora Aksara Pratama), hlm.1142-143
[15] Zamakhsyari Dhofier, 1984, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai,...hlm. 28
[16] Husen Muhammad,1999, Kontektualisasi Kitab Kuning: Tradisi pengajian dan Metode Pengajaran, (Bandung: Pustaka Hidayah), hlm.281
[18] Saefudin Zuhri, t.t, Guruku Orang-Orang Dari Pesantren, (Bandung: PT Al-Ma’arif), hlm. 50
[19] [19] Mujamil Qomar,tt, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi...hlm. 153
[20] Arifin HM, 1991, Kapita Selecta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara), hlm. 248

Tidak ada komentar:

Posting Komentar