Senin, 30 April 2012

Adzan Dan Iqomah Persi 4 Imam Mazhab


ADZAN DAN IQOMAH MENURUT  4 MAZHAB FIQIH
A.    AZAN
1.      Pengertian Adzan
Adzan secara lughawai (etimologi): menginformasikan semata-mata. Sedangkan secara istilah (terminologi) adalah : Menginformasikan tentang waktu shalat  telah masuk dengan menggunakan  kata-kata tertentu.[1]
2.      Hukum Adzan
a.       Menurut Imam Hanafi, Syfi’i, adzan itu adalah sunah muakkad (yang dikuatkan/di haruskan) sebelum mengerjakan ibadah sholat, terutama sekali untuk shalat berjama’ah.
b.      Menurut Imam Al Hambali : Adzan adalah fardu kifayah di desa-desa dan di kota-kota pada setiap shalat lima waktu bagi laki-laki yang mukmin dan bukan musafir.
c.       Menurut Imam Al Maliki : Hukum adzan adlah wajib fardu kifayah di suatu desa (negara) yang didirikan shalat Jum’at. Bila penduduk desa itu meninggalkannya (mengabaikannya), maka mereka harus diperangi.[2]
3.      Waktu yang tidak di Perbolehkan untuk adzan
a.       Menurut Imam Al Hambali : Adzan itu tidak dilakukan untuk jenazah, shalat sunnah dan shalat nadzar;
b.      Menurut Imam Al Maliki : Adzan itu tidak boleh untuk shalat sunah, shalat yang telah lewat dan tidak pula untuk shalat jenazah;
c.       Menurut imam al hanafi: adzan tidak boleh untuk shalat jenazah, juga tidak untuk shalat 2 hari raya, gerhana matahari dan gerhana bulan, shalat tarawih dan tidak boleh pula untuk shalat sunnah.
d.      Menurut imam asy syafi’i: azan tidak boleh untuk shalat jenazah dan tidak pula pada shalat nadzar.[3]

4.      Sebab Disyari’atkanya Adzan
Adzan mulai disyari’atkan pada tahun pertama dari hijriyah. Sebab-sebab disyari’atkanya adalah seperti yang dinyatakanya oleh hadits berikut :
في دلك, فقال بعضهم: اتخدو ناقسا مايو  فتكلموا   احد بها ينادي وليس الصلاة  فيتحينون يجتمعون المسلمون كان

Artinya:
Dulu kaum muslimin berkumpul dan mengira-ngira waktu shalat dan tak ada orang yang menyerukanya. Maka pada suatu hari mereka membicarakan akan hal itu. Diantaranya ada yang mengatakan ; pergunakanlah lonceng, seperti loncengya orang-orang Nashrani.
Adapula yang menganjurkan ; lebih baik tanduk seperti serunai orang yahudi. Maka berkatalah Umar ; kenapa tidak disuruh saja seseorang buat menyerukan shalat.?
Maka bersabda Rasulallah saw ; hai Bilal, bangkitlah. Lalu diserukanya adzan. (H.R Ahmad dan Bukhari).[4]

5.      Syarat-syarat azan
Semua ulama mazhab sepakat bahwa syarat syahnya azan adalah kata-katanya harus berurutan dan tertib antara tiap-tiap bagiannya, dan orang yang azan itu harus seorang laki-laki,muslim, dan berakal, tetapi sah juga kalau yang azan itu anak kecil yang sudah mumayyiz (bias membedakan antara yang bersih dan tidak). Dan semua ulama mazhab sepakat bahwa azan ini disarankan untuk suci.
-          Ulama mazhab yang berbeda pendapat selain hal yang diatas
a. menutur imam hanafi dan syafi’i: syah azan tanpa adanya niat. Pada mazhab lain harus dengan niat.
b. menurut imam hambali azan itu boleh dengan bahasa selain bahasa arab secara mutlak.
c. menurut maliki, hanafi dan syafi’i: bagi orang arab tidak boleh azan dengan selain bahasa arab, dan bagi orang yang selain orang arab boleh azan dengan bahasanya sendiri, untuk dirinya dan untuk  para jama’ahnya, asalkan lafadz yang diucapkan mengandung makna ajakan yang dapat dimengerti sebagai panggilan untuk menjalankan shalat.[5]
6. Adzan dan Iqomat Bagi Wanita
Berkata Ibnu Umar r.a. : Tak ada adzan dan iqomat bagi perempuan (riwayat baihaqi dengan sanad yang sah). Pendapat ini juga dianut oleh Anas, Hasan, Ibnu Sirin, Tsauri, Maliki dan ahli-ahli piker lainnya. Sementara Assyafi’I dan ishak berpendapat : jika mereka adzan dan iqomah maka tidak ada salahnya. Dan dari Aisyah r.a : bahwa ia bias adzan, iqomat dan memimpin wanita sebagai Imam dalam shalat, dan ia berdiri di tengah-tengah mereka.[6]

7.      Bentuk lafadz adzan

8.      Cara Adzan
1.                  Membaca takbir pertama empat kali, sedangkan kalimat-kalimat yang lain hanya dua kali tanpa diulang kecuali kalimat tauhid yang hanya dibaca satu kali.
2.                  Empat kali takbir serta mengulangi kembali masing-masing dua kalimat syahadat, artinya hendaklah mengucapkan:
3.                  Dua kali takbir dengan mengulangi dua kalimah syahadat, sehingga kalimatnya berjumlah tujuh belas, karena apa yang diriwayatkan muslim dari abu mahdzurah:

9.      Tatswib
Disyariatkan bagi muadzim mengucapkan waktu azan subuh setelah ahiya’alal falah asholatu khoiru minanna’um. Dari abu mahdzurah berkata:
Artinya: Ya Rasulullah ajarkanlah kepadaku tata cara azan, maka diajarkanlah oleh Rasulullah, dan pesannya: jika shalat subuh hendaklah ucapkan ashalatu khoirum minanna’um dua kali allah huakbar2x lailallah2x. selain dari shalat subuh tidak disyariatkan.

10.  Dzikir Ketika Adzan
Bagi Orang yang mendengar adzan disunnahkan berdzikir seperti apa yang diucapkan oleh muadzdzin, kecuali waktu “Hayyav’alash shalah” dan “hayya ‘alal falah” hendaklah diucapkan setelah masing-masing kalimah itu : “Laa haula wala quwwata illa billah.”
Hal ini berdasarkan dari hadits Abu Sa’id Al Khudri r.a :
Artinya :
Bahwa Nabi SAW. Bersabda: ‘ jika kamu mendengar panggilan adzan maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzdzin’.[7]

B.     IQOMAH
1.      Pengertian Iqomat
Iqomah, yaitu pemberitahuan pelaksanaan shalat[8]. Iqomah untuk shalat itu disunnahkan, baik laki-laki maupun wanita didalam shalat-shalat fardhu yang sehari-hari, dan shalat fardhu langsung dilakukan setelah iqomah. Hukum iqomah sama dengan hukum azan yaitu harus tertib, bahasa arab, dll.[9]


2.      Sunnahh-Sunnah Adzan dan Iqomat
Sunnah-sunnah ketika adzan dan iqomat antara lain :
a.       Berdiri di tempat yang tinggi jika memang diperlukan, ssmbil menghadap qiblat, dan menolehkan kepala ke kanan ketika mengumandangkan kalimat  “hayya ‘ala ash shalat”, dan menolehkan kepala kekiri ketika mengumandangkan kalimat “hayya ‘alal falah”, dan meletakkan kedua jarinya pada kedua telinganya. Annawawi mengatakan cara yang seperti ini adalah cara yang paling tepat. Abu Juhaifah mengatakan : ketika Bilal sedang adzan aku perhatikan mulutnya ke kanan dank e kiri saat mengumandangkan adzan.
b.      Pengumandang adzan dan iqomah disunahkan sudah baligh, adil, bersuara nyaring dan merdu, namun suara iqomah  sebaiknya lebih pelan dari pada suara adzan.
c.       Khusus untuk adzan disunahkan agar suara adzan tersebar keseluruh wilayah desa.
d.      Adzan dikumandangkan dengan ritme lambat, yaitu tiap dua kalimat adzan dipisah denggan saktah (pemberhentian) yang sangat tipis/ sekedar helaan nafas.
e.       Iqomah sebaiknya dikumandangkan oleh orang yang sebelumnya adzan, namun boleh juga menurut kesepakatan ulama dilakukan oleh orang lain. Imam Asyafi’I mengatakan jika seseorang mengumandangkan adzan maka sebaiknya ia juga yang mengumandangkan iqomah.
f.       Disunnahkan antara adzan dan iqomat dipisah dengan tenggang waktu kira-kira cukup untuk bersiap-siap melaksanakan sholat.[10]




[1] Muhammad jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab. (Jakarta: Lentera 2011)., Hal 96
[2] Ibid., Hlm. 97
[3] Ibid., Hlm. 98
[4] Sayid Sabiq, Fikih Sunah, (Bandung : PT Al Ma’arif 1973)., Hlm. 261-262
[5] Muhammad jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab.., Hlm. 99
[6] Ibid.,Hlm. 284-285
[7] Sayid Sabiq, Fikih Sunnah., hlm 269-270
[8]  'Alauddin abu Bakar bin Mas'ud Al-Kasani Al-Hanafi, Badaiush-Shana'i fi tartibisy-Syara'i, juz I. Hlm 153
[9] Muhammad jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab.. hlm.100.
[10] Abdun Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Ibadah (Tharah, Shalat, Zakat, Haji), (Jakarta: Amzah 2010).,Hlm.179-180

Tidak ada komentar:

Posting Komentar