ADZAN
DAN IQOMAH MENURUT 4 MAZHAB FIQIH
A.
AZAN
1.
Pengertian Adzan
Adzan secara
lughawai (etimologi): menginformasikan semata-mata. Sedangkan secara istilah
(terminologi) adalah : Menginformasikan tentang waktu shalat telah masuk dengan menggunakan kata-kata tertentu.[1]
2.
Hukum Adzan
a.
Menurut Imam Hanafi, Syfi’i, adzan itu adalah sunah muakkad (yang
dikuatkan/di haruskan) sebelum mengerjakan ibadah sholat, terutama sekali untuk
shalat berjama’ah.
b.
Menurut Imam Al Hambali : Adzan adalah fardu kifayah di desa-desa
dan di kota-kota pada setiap shalat lima waktu bagi laki-laki yang mukmin dan
bukan musafir.
c.
Menurut Imam Al Maliki : Hukum adzan adlah wajib fardu kifayah di
suatu desa (negara) yang didirikan shalat Jum’at. Bila penduduk desa itu
meninggalkannya (mengabaikannya), maka mereka harus diperangi.[2]
3.
Waktu yang tidak di Perbolehkan untuk adzan
a.
Menurut Imam Al Hambali : Adzan itu tidak dilakukan untuk jenazah,
shalat sunnah dan shalat nadzar;
b.
Menurut Imam Al Maliki : Adzan itu tidak boleh untuk shalat sunah,
shalat yang telah lewat dan tidak pula untuk shalat jenazah;
c.
Menurut imam al hanafi: adzan tidak boleh untuk shalat jenazah,
juga tidak untuk shalat 2 hari raya, gerhana matahari dan gerhana bulan, shalat
tarawih dan tidak boleh pula untuk shalat sunnah.
d.
Menurut imam asy syafi’i: azan tidak boleh untuk shalat jenazah dan
tidak pula pada shalat nadzar.[3]
4.
Sebab Disyari’atkanya Adzan
Adzan mulai
disyari’atkan pada tahun pertama dari hijriyah. Sebab-sebab disyari’atkanya
adalah seperti yang dinyatakanya oleh hadits berikut :
في دلك, فقال بعضهم: اتخدو ناقسا
مايو فتكلموا احد بها
ينادي وليس
الصلاة فيتحينون يجتمعون
المسلمون كان
Artinya:
Dulu kaum muslimin berkumpul dan mengira-ngira waktu shalat dan tak
ada orang yang menyerukanya. Maka pada suatu hari mereka membicarakan akan hal
itu. Diantaranya ada yang mengatakan ; pergunakanlah lonceng, seperti loncengya
orang-orang Nashrani.
Adapula yang menganjurkan ; lebih baik tanduk seperti serunai orang
yahudi. Maka berkatalah Umar ; kenapa tidak disuruh saja seseorang buat
menyerukan shalat.?
Maka bersabda Rasulallah saw ; hai Bilal, bangkitlah. Lalu
diserukanya adzan. (H.R Ahmad dan Bukhari).[4]
5.
Syarat-syarat azan
Semua ulama mazhab sepakat bahwa syarat syahnya azan adalah
kata-katanya harus berurutan dan tertib antara tiap-tiap bagiannya, dan orang
yang azan itu harus seorang laki-laki,muslim, dan berakal, tetapi sah juga
kalau yang azan itu anak kecil yang sudah mumayyiz (bias membedakan antara yang
bersih dan tidak). Dan semua ulama mazhab sepakat bahwa azan ini disarankan
untuk suci.
-
Ulama mazhab yang berbeda pendapat selain hal yang diatas
a. menutur imam hanafi dan syafi’i: syah azan tanpa adanya niat. Pada mazhab lain harus dengan niat.
a. menutur imam hanafi dan syafi’i: syah azan tanpa adanya niat. Pada mazhab lain harus dengan niat.
b.
menurut imam hambali azan itu boleh dengan bahasa selain bahasa arab secara
mutlak.
c.
menurut maliki, hanafi dan syafi’i: bagi orang arab tidak boleh azan dengan
selain bahasa arab, dan bagi orang yang selain orang arab boleh azan dengan
bahasanya sendiri, untuk dirinya dan untuk
para jama’ahnya, asalkan lafadz yang diucapkan mengandung makna ajakan
yang dapat dimengerti sebagai panggilan untuk menjalankan shalat.[5]
6. Adzan dan Iqomat Bagi Wanita
Berkata Ibnu
Umar r.a. : Tak ada adzan dan iqomat bagi perempuan (riwayat baihaqi dengan
sanad yang sah). Pendapat ini juga dianut oleh Anas, Hasan, Ibnu Sirin, Tsauri,
Maliki dan ahli-ahli piker lainnya. Sementara Assyafi’I dan ishak berpendapat :
jika mereka adzan dan iqomah maka tidak ada salahnya. Dan dari Aisyah r.a :
bahwa ia bias adzan, iqomat dan memimpin wanita sebagai Imam dalam shalat, dan
ia berdiri di tengah-tengah mereka.[6]
7.
Bentuk lafadz adzan
8.
Cara Adzan
1.
Membaca takbir pertama empat kali, sedangkan kalimat-kalimat yang
lain hanya dua kali tanpa diulang kecuali kalimat tauhid yang hanya dibaca satu
kali.
2.
Empat kali takbir serta mengulangi kembali masing-masing dua
kalimat syahadat, artinya hendaklah mengucapkan:
3.
Dua kali takbir dengan mengulangi dua kalimah syahadat, sehingga
kalimatnya berjumlah tujuh belas, karena apa yang diriwayatkan muslim dari abu
mahdzurah:
9.
Tatswib
Disyariatkan
bagi muadzim mengucapkan waktu azan subuh setelah ahiya’alal falah asholatu
khoiru minanna’um. Dari abu mahdzurah berkata:
Artinya: Ya Rasulullah ajarkanlah kepadaku tata cara azan, maka
diajarkanlah oleh Rasulullah, dan pesannya: jika shalat subuh hendaklah ucapkan
ashalatu khoirum minanna’um dua kali allah huakbar2x lailallah2x. selain dari
shalat subuh tidak disyariatkan.
10.
Dzikir Ketika Adzan
Bagi Orang yang
mendengar adzan disunnahkan berdzikir seperti apa yang diucapkan oleh
muadzdzin, kecuali waktu “Hayyav’alash shalah” dan “hayya ‘alal falah”
hendaklah diucapkan setelah masing-masing kalimah itu : “Laa haula wala quwwata
illa billah.”
Hal ini berdasarkan dari hadits Abu Sa’id Al Khudri r.a :
Artinya :
Bahwa Nabi SAW. Bersabda: ‘ jika kamu mendengar panggilan adzan
maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzdzin’.[7]
B.
IQOMAH
1.
Pengertian Iqomat
Iqomah, yaitu pemberitahuan pelaksanaan shalat[8]. Iqomah
untuk shalat itu disunnahkan, baik laki-laki maupun wanita didalam
shalat-shalat fardhu yang sehari-hari, dan shalat fardhu langsung dilakukan
setelah iqomah. Hukum iqomah sama dengan hukum azan yaitu harus tertib, bahasa
arab, dll.[9]
2.
Sunnahh-Sunnah Adzan dan Iqomat
Sunnah-sunnah
ketika adzan dan iqomat antara lain :
a.
Berdiri di tempat yang tinggi jika memang diperlukan, ssmbil
menghadap qiblat, dan menolehkan kepala ke kanan ketika mengumandangkan kalimat
“hayya ‘ala ash shalat”, dan menolehkan
kepala kekiri ketika mengumandangkan kalimat “hayya ‘alal falah”, dan meletakkan kedua jarinya pada kedua telinganya. Annawawi mengatakan cara yang seperti ini adalah cara yang paling
tepat. Abu Juhaifah mengatakan : ketika Bilal sedang adzan aku perhatikan
mulutnya ke kanan dank e kiri saat mengumandangkan adzan.
b.
Pengumandang adzan dan iqomah disunahkan sudah baligh, adil,
bersuara nyaring dan merdu, namun suara iqomah
sebaiknya lebih pelan dari pada suara adzan.
c.
Khusus untuk adzan disunahkan agar suara adzan tersebar keseluruh
wilayah desa.
d.
Adzan dikumandangkan dengan ritme lambat, yaitu tiap dua kalimat
adzan dipisah denggan saktah (pemberhentian) yang sangat tipis/ sekedar helaan
nafas.
e.
Iqomah sebaiknya dikumandangkan oleh orang yang sebelumnya adzan,
namun boleh juga menurut kesepakatan ulama dilakukan oleh orang lain. Imam
Asyafi’I mengatakan jika seseorang mengumandangkan adzan maka sebaiknya ia juga
yang mengumandangkan iqomah.
f.
Disunnahkan antara adzan dan iqomat dipisah dengan tenggang waktu
kira-kira cukup untuk bersiap-siap melaksanakan sholat.[10]
[1]
Muhammad jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab. (Jakarta: Lentera 2011)., Hal 96
[2]
Ibid., Hlm. 97
[3]
Ibid., Hlm. 98
[4]
Sayid Sabiq, Fikih Sunah, (Bandung :
PT Al Ma’arif 1973)., Hlm. 261-262
[5] Muhammad
jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab.., Hlm. 99
[6]
Ibid.,Hlm. 284-285
[7]
Sayid Sabiq, Fikih Sunnah., hlm 269-270
[8] 'Alauddin
abu Bakar bin Mas'ud Al-Kasani Al-Hanafi, Badaiush-Shana'i fi tartibisy-Syara'i,
juz I. Hlm 153
[9] Muhammad
jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab.. hlm.100.
[10]
Abdun Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Ibadah (Tharah, Shalat, Zakat, Haji), (Jakarta:
Amzah 2010).,Hlm.179-180
Tidak ada komentar:
Posting Komentar