BAB I
PRNDAHULUAN
Manusia adalah salah satu makhluk
Allah yang sempurna, baik dari aspek jasmaniyah ataupun rohaniyah. karena
kesempurnaan itulah, maka untuk dapat memahami, mengenal secara dalam dan
totalitas dibutuhkan melalui studi yang dalam dan hati- hati tentang manusia
melalui Al-Qur’an yang sudah barang tentu sebagai sumber ilmu pengetahuan yang
absolute kebenaranya.[1] Banyak
sekali dalil keagamaan yang dapat
dikemukakan untuk membuktikanya, di antaranya adalah, Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik- baiknya (QS. At- Tin
[95]: 4)
Menurut M. Quraish Syihab dalam
bukunya ‘’ 1001 Soal keislaman yang patut anda ketahui ‘’, hemat beliau
mengatakan, kita tidak dapat mengklaim atas nama Al-Qur’an bahwa manusia adalah
makhluk yang paling sempurna (At-Tin ayat 4), karena ada juga ayat lain yang
secara tegas menyatakan, Allah yang menciptakan segala sesuatu dengan
sebaik- baik (sesempurna- sempurna) penciptaan dan Dia memulai ciptaan manusia
dari tanah (QS As-Sajdah [32]: 7). Jadi menurut M. Quraish Syihab,
kesempurnaan manusia dan makhluk lain ciptaan Allah harus dilihat dari segi
fungsi dan tujuan penciptaanya.[2] Dari
sinilah jika kita cermati bersama maka akan lahir diskusi berkaitan dengan:
1.
Siapa dan bagaimanakah manusia manurut Al-Qur’an?
2.
Bagaimana kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain?
3.
Apa fungsi dan tujuan manusia diciptakan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Manusia
Manusia adalah makhluk Allah yang sangat unik dan penuh misteri,
oleh karena itu manusia tidak habis- habisnya menjadi objek kajian dan
penelitian. Bermacam- macam definisi dari berbagai ahli mengenai manusia, ada
yang menyebutnya:
· homo sapiens (makhluk yang mempunyai akal dan budi)
· Homo luquen (makhluk yang pandai menciptakan bahasa)
· Homo faber (makhluk yang pandai menciptakan alat perkakas)
· Zoon politicon (makhluk yang bermasyarakat)
Dan masih bayak
definisi- definisi lain yang menjelaskan manusi dalam presfekrif yang berbeda-
beda. lalu siapa dan bagaimanakah manusia menurut Al-Qur’an?
B.
Manusia Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an
sendiri menyebut manusia dengan menggunakan istilah yang berbeda- beda, yaitu:
1.
Basyar
(disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 35 kali).
2.
Al- Ins
(disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 18 kali)
3.
Al- Insan
(disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali)
4.
An-nâs
(disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali)
5.
Bani Adam
(disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 7 kali)
1)
Manusia Sebagai Basyar ( Biologis)
Basyar
adalah makhluk yang sekedar ada (being). Artinya,
manusia dalam kategori basyar adalah makhluk statis, tidak
mengalami perubahan, berkaki dua yang berjalan tegak di muka bumi. Oleh
karenanya, manusia memiliki definisi yang sama sepanjang zaman, terlepas dari
ruang dan waktunya.
Kata basyar
digunakan untuk menunjuk kepada manusia sebagai makhluk biologis yang
memerlukan makanan, minuman, udara, sexs dan melakukan aktifitas fisik sama
seperti makhluk-makhluk hidup lainya. Singkatnya, basyar
adalah manusia dalam arti fisis-biologis.
2) Manusia Sebagai Insan (Becoming)
Insan berarti manusia dalam arti yang
sebenarnya. Insan tidak menunjuk pada manusia biologis. Insan lebih
terkait dengan kualitas luhur kemanusiaan. Ali Shari’ati menyatakan bahwa,”tidak
semua manusia adalah insan, namun mereka mempunyai potensialitas untuk mencapai
tingkatan kemanusiaan yang lebih tinggi” (Shari’ati, 1982: 62). Bila basyar
bermakna makhluk yang sekedar ada (being), maka insan berbeda.
Insan adalah makhluk yang menjadi (becoming). Ia terus-menerus
maju menuju ke kesempurnaan. Karakter “menjadi” ini membedakan manusia dengan
fenomena lain di alam.
Insan
memiliki tiga sifat pokok, yaitu:
1. Kesadaran
Diri
Kesadaran diri merupakan pengalaman
tentang kualitas dan esensi dirinya, dunia dan hubungan antara dirinya dan
dunia serta alam. Kesadaran itu membuat manusia bisa mengambil jarak dengan
diri dan alam sehingga manusia tertuntun untuk mencipta sesuatu yang bukan
alam.
2. Kemauan Bebas
Kemauan bebas tampak dalam kebebasan
memilih. Menurut Shari’ati, insan bebas memilih. Pilihannya bisa saja
bertentangan dengan insting naturalnya, masyarakatnya, atau dorongan-dorongan
psikologisnya. Kebebasan memungkinkan manusia untuk melakukan evolusi ke
tingkat tertinggi kemanusiaannya menerobos sekat-sekat alam, masyarakat,
sejarah dan egonya.
3. Kreativitas
atau daya cipta
Potensi kreatif
insan memungkinkannya menjadi makhluk yang mampu mencipta benda, barang
dan alat, dari yang paling kecil sampai yang kolosal, karya-karya industri dan
seni yang tak disediakan alam. Penciptaan dan pembuatan barang tersebut
dilakukan insan karena alam tak menyediakan semua yang dibutuhkannya.
(Shari’ati, 1982: 72-73) [5]
3. Manusia
Sebagai Al-nas
Kategori al-nas
berbeda dengan dua konsep manusia lainya (basyar dan insan).
Menurut Shari’ati, kedua istilah terdahulu terkait dengan nilai-nilai moral
yang terkandung dalam diri manusia. Sedangkan al-nas tidak berhubungan
dengan kualitas kemanusiaan.
Terminologi
al-nas digunakan Shari’ati dalam dua pengertian, yaitu:
1. Al-nas
sebagai kutub sosial
Al-nas adalah “wakil-wakil” Allah dan
“keluarga”-Nya. (Shari’ati, 1979: 116-117) Dan, posisi penting al-nas
ini menempatkannya sebagai “faktor penentu” revolusi sosial. Al-nas
yang sadar akan dirinya serta tanggung jawab sosialnya akan mendorong
masyarakat menuju revolusi sosial.
2. Kedua, al-nas sebagai massa (mass) atau
rakyat (people).
Shari’ati berpendapat bahwa sinonim yang paling mirip
untuk mewakili kata al-nas adalah kata massa. Menurutnya, dalam
terminologi sosiologi, massa terdiri dari segenap rakyat yang merupakan
kesatuan tanpa menghiraukan perbedaan kelas ataupun sifat yang terdapat dalam
kalangan mereka. Jadi, bagi Shari’ati, al-nas adalah massa. Massa adalah
rakyat itu sendiri, tanpa menunjuk kepada kelas atau bentuk sosial tertentu.[6]
C.
Kesempurnaan Manusia
Kesempurnaan manusia terletak pada
terpenuhinya dalam diri makhluk ini sifat- sifat fisik dan pisikis sehingga
mampu melaksanakan fungsinya sebagai khalifah dan hamba Allah, sehingga manusia
disebut sempurna untuk tujuan ini, bahkan lebih sempurna dari Malaikat. Akan
tetapi, Iblis yang diciptakan Allah utuk menggoda manusia adalah makhluk
sempurna pula melebihi kesempurnaan manusia dan malaikat dalam bidang menggoda
dan merayu.[7]
Manusia menurut Nurcholish Madjid memang
merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang mengagumkan dan penuh misteri. Dia
tersusun dari perpaduan dua unsur ; segenggam tanah bumi, dan ruh Allah, maka
siapa yang hanya mengenal aspek tanahnya dan melalaikan aspek tiupan ruh Allah,
maka dia tidak akan mengenal lebih jauh hakikat manusia.[8]
Al-Qur’an sendiri juga menyatakan bahwa manusia memang merupakan makhluk paling
sempurna yang diciptakan oleh Allah, ada banyak sekali kelebihan yang diberikan
oleh Allah swt kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk-makhlukNya
yang lain, diantaranya:
•
Mempunyai beberapa ‘perangkat’ yang diberikan Allah
kepada manusia yang menjadikannya unggul dan terdepan dari para makhluk lainnya
seperti;
-
memiliki
daya tubuh yang membuat fisiknya kuat.
-
daya hidup yang membuatnya mampu mengembangkan
dan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mempertahankan diri menghadapi
tantangan.
-
daya
akal yang membuatnya memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi.
-
daya kalbu
yang memungkinkannya bermoral, merasakan keindahan, kelezatan iman, dan
kehadiran Allah.[9]
•
Manusia ditunjuk dan dipercayai Tuhan sebagai Khalifah (pemimpin)
di muka bumi yang tugasnya mengatur dan memimpin.
•
Dengan akalnya manusia mampu mengubah apa yang ada di alam ini yang
secara alamiah tidak bermanfaat menjadi bermanfaat.
•
Manusia memiliki alat berkomunikasi dengan sesamanya yang disebut
bahasa, yang memungkinkan mereka dapat saling bertukar informasi demi
kesempurnaan hidup bersama.
•
Manusia memiliki sarana pengatur kehidupan bersama yang disebut
sopan santun atau tata susila, yang memungkinkan terciptanya suasana kehidupan
yang tertib dan saling menghargai.
•
Manusia memiliki ilmu pengetahuan yang karenanya kehidupan mereka
makin berkembang dan makin sempurna.[10]
D.
Fungsi dan Tujuan Manusia diciptakan
Manusia perlu menyadari eksistensi dan tujuan penciptaan
dirinya, memahami risalah hidupnya selaku pengemban amanah Allah, melalui
arahan dan bimbingan yang berkesinambungan agar kehidupannya menjadi lebih
berarti. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya segala sesuatu diciptakan
dengan adanya satu tujuan. Dengan tujuan itulah kemudian sesuatu difungsikan
dan dengan adanya fungsi itulah maka keberadaan sesuatu menjadi berarti.
Demikian juga adanya manusia di bumi ini. Ia pasti diciptakan untuk satu tujuan
tertentu. Makalah ini mencoba untuk membahas tujuan penciptaan manusia
sebagaimana yang ada di dalam al Qur’an. Dalam pembahasan ini penulis
menfokuskan pada dua ayat yang secara eksplisit menunjukkan tujuan Allah swt
dalam penciptaan manusia yaitu QS al Dhariyat : 56 dan QS al-Baqarah : 30
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."
1.
Manusia sebagai hamba Tuhan
Maksud
diciptakan Manusia antara lain agar dia mengabdi kepada Tuhanya. Manusia
diwajibkan beribadah kepada penciptanya, dalam arti selalu tunduk dan taat
kepada perintahnya guna mengesakan dan mengenal-Nya dengan petunjuk yang telah
diberikan.Dari segi sasarannya, ibadah dapat diklasifikasikan atas tiga macam,
yaitu:
1)
Ibadah
person, pelaksanaannya tidak melibatkan orang lain, tetapi dari pihak individu
sebagai hamba Allah. Misalnya, amaliah keagamaan yang bersifat ritus seperti
sholat, puasa.
2)
Ibadah
antarperson, pelaksanaannya bergantung pada pihak bersangkutan tetapi membutuhkan
keterlibatan orang lain. Misalnya, pernikahan, jual beli.
3)
Ibadah
sosial, kegiatan interaktif antar masing-masing individu dengan pihak lain yang
dibarengi dengan kesadaran diri sebagi hamba Allah SWT.
2.
Manusia sebagai
Khalifatullah
Penciptaan
manusia sebagai makhluk yang tertinggi sesuai dengan maksud dan tujuan
terciptanya manusia untuk menjadi khalifah. Secara harfiah khalifah berarti
yang mengikuti dari belakang. Jadi, manusia adalah wakil atau pengganti di bumi
dengan tugas menjalankan mandate yang diberikan oleh Allah kepadanya, membangun
dunia sebaik-baiknya (Q.S. 2:30). Dan sebagai khalifah, manusia akan dimintai
pertanggung jawaban atas tugasnya dalam menjalankan mandate Allah (Q.S. 10:14).
Adapun mandat yang dimaksud adalah:
•
patuh dan
tunduk pada perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
•
bertanggung
jawab atas kenyataan dan kehidupan di dunia sebagai pengemban amanah.
•
berbekal
diri dengan ilmu pengetahuan, hidayah agama dan kitab suci
•
menerjemahkan
segala sifat-sifat Allah pada perilaku kehidupan sehari-hari dalam batas
kemanusiaannya atau
•
melaksanakan
sunah-sunah yang diridhainya.
•
membentuk
masyarakat islam yang ideal yang disebut dengan ummah
•
mengembangkan
fitrahnya sebagai khalifatullah yang mempunyai komitmen, kesadaran, kemerdekaan,
dan kreatifitas.
•
membentuk
suasana aman, tentram, dan damai di bawah naungan ridha Allah dengan asas;
ukhuwah islamiah, silaturrahim, ta'awun, rauf (kasih saying), sabar, tasamuh
(toleransi), musawah (persamaan) adil, kreatif, dan dinamis. [11]
BAB III
KESIMPULAN
Manusia adalah salah satu makhluk Allah yang sempurna, baik dari
aspek jasmaniyah ataupun rohaniyah. Menurut Nurcholish Madjid, manusia tersusun
dari perpaduan dua unsur ; segenggam tanah bumi, dan ruh Allah, maka siapa yang
hanya mengenal aspek tanahnya dan melalaikan aspek tiupan ruh Allah, maka dia
tidak akan mengenal lebih jauh hakikat manusia, maka untuk dapat memahami,
mengenal secara dalam dan totalitas dibutuhkan melalui studi yang dalam dan
hati- hati tentang manusia melalui Al-Qur’an yang sudah barang tentu sebagai
sumber ilmu pengetahuan yang absolute kebenaranya. Al-Qur’an menyebutkan
manusia dengan berbagai intilah dan definisi, Al-Qur’an sendiri juga menyatakan
bahwa manusia memang merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh
Allah, ada banyak sekali kelebihan yang diberikan oleh Allah swt kepada manusia
yang tidak diberikan kepada makhluk-makhlukNya yang lain, menurut M. Quraish
Syihab, manusia bisa dikatakan paripurna bila dilihat dari peran dan tujuanya
diciptakan, jadi manusia bisa dikatakan paripurna apabila dia telah mampu
menjalankan peranya dengan baik sebagai Kholifah, dan bertanggung jawab atas
mandate yang diberikan Allah atas kehambaanya terhadap tuhan melalui jalan
beribadah dan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Djoko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar, PT. Bumi Aksara, Jakarta,
1999
Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling
dan Psikoterapi Islam, Gunung Agung, Jakarta, 2001
M. Quraish Shihab, Menjawab 1001 Soal keislaman yang Patut Anda
Ketahui, Lentera Hati, Jakarta 2008
M. Quraish Shihab, Lentera Hati, Mizan, Bandung 1997
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Paramadina,
Jakarta, 2000
[1]
Hamdani Bakran Adz-Dzaky. Konseling dan Psikoterapi Islam, hlm 13
[2] M.
Quraish Syihab ‘’ 1001 Soal keislaman yang patut anda ketahui ‘’, hlm
360
[3] Yunahar Ilyas. Tipologi Manusia Menurut Al-Qur’an. Hlm 1
[4] Ibid hlm. 1-2
[6] http://ummgl.blogdetik.com/2010/05/06/4-istilah-tentang-manusia-dalam-al-quran/ di akses 23-03-2011
[8]
Nurcholish Madjid, “Islam Doktrin dan Peradaban”, hlm 430
[9] M.
Quraish Shihab,” Lentera Hati” , hlm 132
[10]
Djoko Widagdho dkk, ‘’ Ilmu Budaya Dasar’’ hlm 32-33
[11] http://bani-rahbini.blogspot.com/2007/05/hakekat-manusia-dalam-kehidupan.html, di akses 23-03-2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar